Life story : Saya, Kimia dan Sumbawa

Ini bermula dari percakapan itu..
“Sumbawa itu dimana ya,,??”
“Di sana ada internet, Des,,??”
“Di sana lampu hidup terus, Des,,??”
“Sumber airya dekat, Des,,??”
Pertanyaan-pertanyaan itu dilontarkan teman kuliah saya setelah mereka tahu bahwa saya berasal dari Sumbawa.

Wajar, karena Sumbawa memang tidak seterkenal derah-daerah di Pulau Jawa atau Sumatera. Meskipun diakhiri dengan tawa bercanda, tetapi saya cukup serius menanggapinya. Wajar, karena saya berasal dari Sumbawa dan kondisi Sumbawa tidak seburuk perkiraan mereka. Pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah atas saya dapatkan di Sumbawa, maka wajar jika saya tidak mengetahui bahwa gambaran masyarakat di luar Sumbawa (NTB) tentang Sumbawa seburuk itu. Tidak mengapa. Hal ini membuat saya berpikir tentang bagaimana cara menjadikan Sumbawa dapat dikenal oleh mereka, bukan hanya teman-teman kuliah saya, tetapi seluruh masyarakat Indonesia. Secara tidak langsung, membuat saya memikirkan tentang pemerataan kesejahteraan di Indonesia.

Tertinggal-maju, miskin-kaya, dan semua hal-hal yang berlawanan merupakan suatu bentuk keseimbangan. Meskipun mungkin tidak banyak orang yang rela menjadi si miskin atau si tertinggal, tetapi inilah keseimbangan. Drama dunia akan menarik dengan skenario seperti ini. Banyaknya orang yang tidak mengetahui cara menyikapi keseimbangan ini, menyebabkan, seringnya, bahagia didapatkan oleh mereka yang berperan sebagai si kaya dan sengsara bagi mereka yang berperan si miskin. Pujian untuk si maju dan makian untuk si tertinggal. Meskipun tidak sesuai dengan aturan ideal hidup menghamba pada Tuhan, tetapi sebagian besar orang menerima aturan tersebut.

Saat ini, daerah saya mendapat peran sebagai “si Tertinggal”. Tentunya, peran “si Tertinggal” ini diperoleh karena daerah saya masih belum mampu berperan sebagai “si maju” berdasarkan penilaian kelompok berwenang. Saya menerima peran tersebut karena memang demikian adanya, tetapi tidak untuk seterusnya. Peran itu harus segera ditinggalkan. Bukan untuk menghancurkan keseimbangan, tetapi untuk membentuk keseimbangan baru dengan pergantian peran. Kiranya, itulah salah satu tekad besar saya terhadap daerah kelahiran saya ini. Pergantian peran.

Tidak akan ada yang membantah jika dikatakan bahwa NTB memiliki potensi besar untuk bisa segera berganti peran menjadi “si maju”. Kekayaan alam yang lebih dibandingkan beberapa daerah maju di Indonesia adalah salah satu dari potensi besar tersebut. Hasil pertanian, kelautan, peternakan dan pertambangan yang melimpah seharusnya mampu menjadi tuas untuk mengangkat peringkat NTB berdasarkan kesejahteraan masyarakatnya. Meskipun ahli Geografi Ekonomi Kependudukan; Abdur Rofi memaparkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik, (BPS) daerah-daerah yang kaya dengan sumber daya alam justru merupakan daerah termiskin di Indonesia, saya yakin suatu saat, Sumbawa bisa menjadi daerah yang mampu mengoptimalkan SDAnya sehingga tidak lagi menyandang “daerah tertinggal”. Tidak sampai di situ, pengoptimalan SDA ini akan dilakukan oleh putra-putri daerah sebagai pemeran utamanya. Saya sadar, hal ini tidak mudah. Tetapi, tidak mudah bukan berarti tidak mungkin.

Sebagai seorang lulusan natural science, saya yakin bisa memberi sumbangsih pada misi pergantian peran ini. Natural science, ilmu pengetahuan alam merupakan dasar pengembangan teknologi yang dapat menjadikan suatu negara kuat dan makmur. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor yang sangat penitng dalam menopang kemajuan perekonomian dan peningkatan kesejahteraan bangsa secara berkelanjutan. Peran natural science adalah sebagai pengendali teknologi melalui prinsip dan teori.

Saat ini, sektor pertambangan adalah sektor yang mendapat kepercayaan untuk memberikan kontribusi dalam pengembangan wilayah dan percepatan pembangunan sehingga dapat mengubah kondisi kesejahteraan masyarakat NTB menjadi lebih baik. NTB memiliki potensi pertambangan bahan galian logam, non logam dan batuan dengan prospek yang sangat baik, seperti emas, tembaga, batu gamping, andesit, granodiorit, sirtu dan lempung. Luas Wilayah Pertambangan (WP) yang direncanakan oleh pemprov NTB mencapai 891.590 hektar (ha) atau 44,24 % dari total luas daratan NTB (Republika, 2013). Besarnya luas WP ini dapat membuka lahan pekerjaan bagi masyarakat NTB sehingga mampu meningkatkan perekonomiannya, lebih lanjut Indeks Pembangunan Masyarakat juga akan membaik.

Sayangnya, dari luasnya WP tersebut, hanya 1,69% penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja di bidang pertambangan (BPS NTB, 2013). Salah satu factor penyebabnya adalah rendahnya kualitas SDM untuk dapat menggeluti lapangan pekerjaan tersebut secara profesional. Tenaga-tenaga ahli yang memiliki kemampuan dasar dalam pengembangan teknologi seperti lulusan natural science sangat diperlukan untuk membantu meningkatkan kualitas SDM tersebut.

Berkaitan dengan hal ini, setelah mendapatkan ilmu yang lebih dalam (dan pengalaman) tentang natural science (kimia), saya akan membagikannya melalui jalur pendidikan dengan menjadi guru atau dosen yang juga aktif pada kegiatan praktis (penelitian). Jalan pergantian peran ini mungkin sangat panjang untuk ditempuh, tetapi setidaknya saya sudah bergerak untuk memperpendek jarak tempuh jalan tersebut.

Karena niat itu, saya di sana..

Saya bertemu mereka..

Saya berusaha. Dan saya menyelesaikannya..

Alhamdulillah.

Sekarang, saatnya untuk Sumbawa. Di sini saya berada. Di Dea Malela. Lembah untuk membentuk peradaban Islam berkemajuan, dengan saya, mereka, dan kimia.

Bismillah.